Memahami Konflik Agraria
Memahami Konflik Agraria
Beberapa tahun terakhir isu konflik agraria ramai dibicarakan apa lagi baru-baru ini isu agraria kembali diangkat di beberapa forum ilmiah maupun yang sedang hangat-hagatnya diangkat di debat capres 2019. Eeitttsss.....kita disini tiak akan membahas politik takutnya nanti dapat memecah belah berbagai kelompok. Kita sebagai mahasiswa atau kaum intelektual (ashyiaapp haahaha) dengan melihat keadaan indonesia sekarang yang bisa dibilang yaahh cukup panas ditahun politiknya, terutama nihh buat para mahasiswa Perencanaan wilayah dan kota pasti tidak asing lagi dengan yang namanya isu agraria dan yang belum tau wajib tau juga biar bisa membedakan mana yang baik dan benar terutama indonesia sendiri banyak banget terjadi konflik agraria, loh kok bisa terjadi ya?? untuk mnjawab pertanyaan itu baca artikel ini sampai selesai.
Jika kita mendengar
kata konflik, maka asosiasi kita akan tertuju pada adanya perselisihan atau
ketidak harmonisan atau
pertentangan dan atau yang paling ekstrim adanya tindakan kekerasan. Konflik
biasanya akan melibatkan adanya dua pihak yang besebrangan antara satu dengan
lainnya. konflik timbul karena adanya
pertentangan/tidak harmonisnya hubungan antara dua pihak yang mempunyai
tujuan yang sama atau pemikiran yang berbeda, dan/atau adanya kebutuhan yang
sama, sementara ketersediaan sumber daya/objek yang diperebutkan adalah
terbatas jumlahnya. Penafsiran tersebut, secara tidak langsung menunjukkan
luasnya pengertian konflik. Pada praktiknya orang akan memberikan penafsiran
yang berbeda-beda mengenai apa itu konflik.
Sengketa Pertanahan
adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum,atau
lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Konflik Pertanahan
adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan,
organisasi, badanhukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah
berdampak luas secara sosio- politis.Perkara Pertanahan yang selanjutnya
disingkat Perkara adalah perselisihan pertanahan yang penyelesaiannya
dilaksanakan oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilan yangmasih
dimintakan penanganan perselisihannya di Badan Pertanahan Nasional Republik
IndonesiaSementara itu, kalangan aktivis NGO agraria lebih sering menyebut
istilah “konflik agraria”
sebagai sebagai
sebuah istilah yg digunakan dalam menunjuk dan menjelaskan fenomenakonflik.
Pemilihan kata agraria lebih diutamakan dipakai ketimbang pertanahan, hal
inimemperlihatkan bahwa konflik yang disebut tidak semata-mata pada sektor
pertanahan yang dipandang lebih sempit dibandingkan istilah agraria.
Agraria yang
dimaksud dalam istilah tersebut merujuk kepada pengertian di dalam Dasar-Dasar
dan Ketentuan Pokok UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) No.5/1960 yang
menjelaskan bahwa agraria adalah Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yangterkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia (Pasal
1 angka 2). Dengan istilah ini, pengertian Agraria yang dimaksud oleh UUPA
lebih merujuk pada istilah yang lebih populer kemudian yaitu Sumber Daya Alam
(SDA) atau Kekayaan Alam.
Agraria terwujud
dalam bentuk penguasaan dan pengelolaan atas Sumber Daya Alam. Sumber Daya Alam
memiliki peranan strategis bagi kehidupan manusia karena manfaat ekonomi yang
dikandungnya. Berdasarkan penfasiran umum, bahwa segala sesuatu yang memiliki
nilai eknomis umumnya jumlah ketersediaanya akan terbatas. Sama halnya dengan
Sumber Daya Alam/SDA. Pada saat Sumber Daya Alam digunakan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, mengelolanya untuk mendapatkan uang/memenuhi kebutuhan
ekonomi, maka resiko-resiko timbulnya persaingan akan semakin besar. Setiap
orang akan berusaha menguasai dan memanfaatkannya, apalagi jumlahnya terbatas.
kecendrungan mereka akan bersaing untuk mendapatkannya. Dari masalah ini maka
akan dapat menimbulkan pertentangan. Saling klaim mengklaim diantara mereka.
Dan pada saat masalah ini sudah masuk ke tataran sosial yang luas maka akan
menimbulkan konflik. Atau yang lebih dikenal dengan istilah konflik agraria.
Bila kita merunut
pada identifikasi timbulnya konflik karena adanya kesenjangan penguasaan/pemanfaatan
akibat adanya kebijakan/hukum yang diskriminatif dalam mengatur hungan-hubungan
pengusaan dan pengelolaan SDA. maka identifikasi ini sangat relevan bila kita
kaitkan pada penyebab maraknya berbagai konflik agraria yang banyak terjadi di
Indonesia. Menurut Usep Setiawan,aktivis KPA menyatakan bahwa lahirnya konflik
sosial dibidang kehutanan/SDA, lebih disebabkan salah urus dalam pelaksanaan
kebijakan, dan ketimpangan akibat adanya ketimpangan dalam penguasaan tanah,
dan kekayaan alam lainnya. Pada hakikatnya konflik agraria mencerminkan keadaan
tidak terpenuhinya rasa keadilan bagi kelompok masyarakat yang mengandalkan
hidupnya dari tanah dan kekayaan alam. Seperti kaum petani, nelayan dan
masyarakat. Ketidak adilan ini muncul sebagai akibat adanya penerapan konsep
hak menguasai negara atas sumber daya alam yang salah.
Penerapan konsep
hak menguasai negara, atas sumber-sumber daya alam yang ditujukan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat pada praktiknya lebih banyak digunakan
untuk melegitimasi negara dalam hal memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi
pemilik modal besar untuk membuka usaha-usaha pengelolaan Sumber Daya Alam
dengan dalih untuk melaksanakan pembangunan perekonomian.akibatnya dari tujuan
tersebut maka keluarlah berbagai kebijakan pemerintah, yang tidak jarang akibat
dari kebijakan tersebut mengeliminasi keberadaan masyarakat termasuk masyarakat
adat dari tanah tempat penghidupannya selama ini. Pada sisi lain terhadap
mereka/masyarakat yang telah terusir dari tanahnya, tidak menerima
ketidakadilan akibat kebijakan tersebut kemudian mendorong mereka bersama-sama
melakukan perlawanan, sehingga konflikpun bermunculan. Konflik yang terjadi
antara masyarakat/petani yang mempertahankan hak-haknya dari segala bentuk
penguasaan sewenang-wenang dari perusahaan-perusahaan pemilik modal yang
berselimut di balik perlindungan negara/konsesi.
Konflik serupa juga
sering terjadi antara masyarakat adat yang mempertahankan sumber penghidupannya
berhadapan dengan perusahaan pertambangan, perkebunan dan/atau perusahaan
perkayuan. Berbagai konflik tersebut
umumnya selalu disertai dengan kekerasan, penyiksaan, bahkan penculikan atau
pembunuhan Konflik semacam ini jelas menimbulkan kehancuran atau yang dikenal
dengan konflik destruktif. Konflik destruktif merupakan konflik yang bersifat
negatif. Menurut pandangan tradisional konflik ini harus dihindari karena
konflik itu buruk, sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Konflik
disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.
permasalahan konflik pertanahan termasuk sumberdaya
agraria lainnya Secara garis besar dapat di timbulkan oleh hal-hal sebagai
berikut:
a. Konflik kepentingan, yang disebabkan
karena adanya persaingan kepentingan yang terikat dengan kepentingan substantif
(contoh: hak atas sumber daya agraria termasuk tanah), kepentingan prsedural
maupun psikologis;
b. Konflik struktural yang disebabkan antara
lain karena: pola perilaku atau interaksi yang destruktif;control pemilikan
atau pembagian sumberdaya agraria yang tidak seimbang; serta faktor geografis
fisik atau lingkungan yang menghambat kerjasama;
c. Konflik nilai, disebakan karena perbedaan
kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi gagasan atau prilaku;perbedaan gaya
hidup,ideology atau agama/kepercayaan;
d. Konflik hubungan yang disebabkan karena
emosi yang berkelbihan, persepsi yang keliru,komunikasi yang buruk
atausalah;pengulangan prilaku yang negatif.
Berbicara mengenai
penyebab muculnya konflik karena adanya bentuk-bentuk perlawanan rakyat sebagai
akibat adanya kondisi ekslusi. Identifikasi akar masalah ini, sama halnya bila
kita merunut pendapat tokoh sosialis Karl Mark. Menurut teori Marxis, bahwa,
konflik agraria terjadi akibat perkembangan ekonomi kapitalis, yang
mengakibatkan penduduk terlempar dari tanahnya. Konflik agraria dilihat sebagai
perlawanan penduduk yang tidak punya tanah, atau tanahnya yang dirampas oleh
kapitalis/mereka yang mempunyai modal. Sementara bila kita merunut pada teori
Pluralisme hukum, memandang konflik agaria terjadi akibat adanya lebih, dari
satu hukum yang kontradiktif yang dipakai oleh berbagai pihak terutama hukum
adat dan hukum negara. Jadi menurut teori Pluralisme. Teori ini lebih
menekankan bahwa timbulnya konflik agaria akibat adanya pertentangan pemberlakukan
dua hukum yaitu, hukum negara satu sisi dan hukum adat pada sisi lainya.
Sebagai contoh pada kasus-kasus tertentu adanya konflik-konflik lahan dan SDA
yang melibatkan masyarakat adat dan negara. Negara dalam kapasitas sebagai
pemegang dan pembuat berbagai kebijakan/hukum. Pendapat ini juga diperkuat oleh
teori kebijakan. Teori ini juga sering menjadi acuan untuk melakukan
identifikasi terhadap penyebab-penyebab munculnya konflik agraria. Menurut
teori ini, bahwa konflik agraria terjadi akibat adanya kebijakan tertentu dari
negara. Seperti; kebijakan pembangunan dll.
Komentar
Posting Komentar